Depok - Ratusan Perajin tahu dan tempe di Depok gelar aksi unjuk rasa imbas kenaikan harga kedelai. Selain menuntut harga kedelai, para perajin tempe tahu juga mogok produksi selama 3 hari terhitung mulai dari tanggal 21 Februari sampai 23 Februari 2022. Hal tersebut dilakukan sebagai betuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian pada perajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai.
Pantauan pada pukul 10:00 WIB di Palsigunung, Kelurahan Tugu
RT 07 RW 01, Cimanggis, Depok. Banyak dari perajin yang membawa poster tertulis dengan beragam keluhannya. Mulai dari tuntutan kepada anggota dewan dan kepada
pemerintah kota untuk menurunkan harga kedelai.
Ada beberapa contoh tulisan poster tersebut misalnya, 'Kami minta diperhatikan
wahai wakil rakyat. Turunkan harga kedelai'. Serta tulisan itu berbunyi 'Perajin
tempe dan tahu Depok, stabilkan harga kedelai!'.
Ketua Umum Paguyuban Dadi Rukun, Rasjani menyampaikan dalam
waktu sebulan harga kedelai melonjak signifikan. Per kilo yang semula di
kisaran Rp 7.000- Rp 8.000 naik hingga Rp Rp 11.000. Ia meminta
masyarakat-masyarakat memaklumi kenaikan ini.
"Yang benar-benar sekitar sebulan (kenaikkan). Dari Rp 8 ribu jadi Rp 9
ribu waktunya cukup lumayan. Namun dari Rp 9 ribu sampai Rp 11 ribu
cepat," kata Rasjani saat ditemui di lokasi, Senin (21/2/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Rasjani meminta pemerintah untuk mendengarkan
aspirasi ratusan perajin tempe di Depok. Pasalnya kenaikkan tersebut membuat
penghasilan para perajin jadi menurun.
"Berat sekali dampaknya. Harapan kami bersama kawan-kawan tukang tempe
pertama pemerintah bisa mendengarkan kami. Kedua bisa menstabilkan harga
kedelai itulah harapan kami kepada pemerintah," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melaporkan bahwa ada kenaikan harga kedelai impor di dalam negeri seiring dengan harga kedelai global yang mengalami peningkatan.
Dia menjelaskan, kebutuhan kacang kedelai di Indonesia banyak dikirim dari Amerika Serikat, Argentina, dan Brasil.
"Dan yang saya tahu memang terjadi peristiwa ekstrim di negara-negara tersebut sehingga produksi kurang bagus, sehingga berimbas pada kenaikan harga," paparnya.