Pada tahun 1696 seorang pejabat tinggi VOC yang juga saudagar asal Belanda, Cornelis Chastelein membeli tanah seluas 1.244 hektare di daerah yang sekarang disebut Depok.
Cornelis Chastelein membeli 150 budak untuk mengolah tanah tersebut menjadi lahan pertanian. Budak-budak ini diajari agama Protestan. Sebanyak 120 budak memeluk agama Protestan dan ia menjadi 12 marga utama orang Depok.
Ketika Cornelis
Chastelein meningga pada tanggal 28 Juni 1714, ia mewariskan surat wasiat
yangdua poinnya memerdekakan budaknya dan memberi tanah Depok kepada
budak-budak yang beragama Protestan.
Para budak ini
yang telah dimerdekakan mengidentifikasikan diri sebagai orang Belanda dan
bergaya hidup ala Barat. Mereka kemudian diidentifikasikan Belanda Depok
Paska
kemerdekaan tahun 1945, orang-orang Belanda-Depok menjadi sasaran revolusi
dalam peristiwa Gedora Depok.
Jadi, kedekatan
dengan orang-orang Belanda mengakibatkan budaya orang-orang 'Belanda-Depok'
menyerupai bekas majikannya. Mulai dari bahasa hingga gaya makan dan cara
berpakaian, bener mengacu kepada tradisi orang-orang Belanda.
"Gaya hidup
mereka memang sangat kebelanda-belanda-an," ungkap Tri Wahyuning M. Irsyam
dalam Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1990-an.
Sikap hidup
seperti itu menjadikan mereka menjauhkan diri dari lingkungan kaum bumiputra
yang ada di sekelilingnya. Eksklusifitas ini otomatis menimbulkan gap sosial
yang jauh antara mereka dengan penduduk Depok dari etnis Betawi Ora.
Kalaupun ada kontak, hubungan
itu didasarkan pada sistem ordinat-subordinat. Orang-orang 'Belanda Depok' saat
itu merasa kedudukan sosialnya lebih tinggi dan pantang berkerja sebagai buruh
kasar.