Selasa, 15 Maret 2022

Program Wajib 12 Tahun Belajar Belum Maksimal

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mengupayakan wajib belajar 12 tahun melalui pelaksanaan Program Indonesia Pintar (PIP), sebagai langkah mengurangi angka putus sekolah. Pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun sudah dimulai sejak Juni 2015. Menurut Puan, pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun sesuai janji kabinet kerja. Dengan adanya program wajib belajar 12 tahun, semua anak Indonesia wajib masuk sekolah dan pemerintah wajib membiayai serta menyediakan segala fasilitasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah pada tahun 2015 sebesar 78,2%. Sedangkan untuk APS (angka partisipasi Sekolah) pada tahun 2015 untuk usia 16-18 tahun adalah sebesar 70,32%. Hal ini menunjukan bahwa penduduk usia 16-18 tahun belum semuanya bisa mengakses pendidikan menengah.

Kini anak-anak di Indonesia wajib mendapatkan bangku pendidikan selama 12 tahun, mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Namun, tidak sedikit anak Indonesia putus sekolah akibat asik bekerja dan meraih penghasilannya sendiri. Banyak faktor yang menyebabkan anak putus sekolah terutama karena faktor ekonomi. 

Selain faktor ekonomi, anak putus sekolah juga karena tidak adanya semangat dari anak tersebut, pengaruh pergaulan atau lingkungan dia yang tidak memadai dan kurikulum yang berat, di mana untuk menguasai materi-materi tersebut membutuhkan bimbingan yang memadai dari orang dewasa. Kondisi ini tentu tidak semua anak-anak yang memiliki orangtua yang tahu bagaimana cara mendampingi anak (karena dulu mereka juga tidak sekolah).

Pendekatan di sekolah formal bersifat klasik seperti satu guru mengajar sekitar 40 siswa. Kondisi itu juga menjadikan anak-anak ini tidak mendapatkan kesempatan untuk mengerti apa yang mereka pelajari. Akibat dari kesempatan belajar di sekolah yang tidak memadai akhirnya menyebabkan nilai-nilai anak menjadi jelek. Mereka sering dimarahi atau dicap bodoh, dan mereka semakin tidak suka dengan belajar di sekolah. Kondisi ini seringkali membuat banyak anak 'terlempar' dari sistem pendidikan formal

Para guru di level SD, SMP, SMA yang menjadi sasaran Wajib Belajar itu beranggapan bahwa kata WAJIB itu asal muasalnya memang ditujukan oleh si murid. Maka karena wajib, si murid harus sekolah, kalo tidak sekolah berarti melanggar kewajiban. Harga tawar sekolah yang lebih tinggi. Akhirnya karena merasa DIWAJIBKAN, ortu biayakan buat nyari sekolah untuk anaknya. Si guru dan kepala sekolah paham peluang. Maka tak heran ada beberapa guru atau kepala sekolah, tiap tahun ajaran baru, mobil atau motornya ganti yang baru.

Program wajib belajar 12 tahun dinilai belum berjalan secara maksimal. Karena selain masih banyak yang belum bisa menikmati pendidikan SMA atau SMK, fasilitas yang diberikan pun cenderung kurang mendukung.

Implementasi Wajib Belajar 12 Tahun dinilai penting untuk memberikan layanan pendidikan bagi para lulusan SMP/MTs sesuai dengan kebutuhan individual setiap penduduk Indonesia. Program ini bertujuan utama untuk: pertama, memperluas pemerataan pendidikan dan mewujudkan keadilan sosial di bidang pendidikan sesuai dengan sila ke-5.

Kedua, mengurangi kesenjangan pencapaian pendidikan tingkat menengah antar kelompok masyarakat berstatus ekonomi berbeda. Ketiga, meningkatkan kualitas dan daya saing bangsa melalui pengembangan pengetahuan, keahlian, serta keterampilan bagi penduduk usia muda. Dan keempat, mempersiapkan anak-anak didik dengan landasan keilmuan yang lebih baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.

Selain itu, Wajib Belajar 12 Tahun juga bernilai strategis, terutama untuk menciptakan lapisan kritikal massa suatu kelompok masyarakat berpendidikan menengah ke atas, sebagai basis sosial untuk membangun masyarakat demokratis, toleran, dan inklusif, dan berguna untuk mempersiapkan penduduk usia produktif memasuki masa transisi antara meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi atau langsung masuk ke pasar kerja.