Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mengupayakan wajib belajar 12 tahun melalui pelaksanaan Program Indonesia Pintar (PIP), sebagai langkah mengurangi angka putus sekolah. Pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun sudah dimulai sejak Juni 2015. Menurut Puan, pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun sesuai janji kabinet kerja. Dengan adanya program wajib belajar 12 tahun, semua anak Indonesia wajib masuk sekolah dan pemerintah wajib membiayai serta menyediakan segala fasilitasnya.
Badan
Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK)
pendidikan menengah pada tahun 2015 sebesar 78,2%. Sedangkan untuk APS (angka
partisipasi Sekolah) pada tahun 2015 untuk usia 16-18 tahun adalah sebesar
70,32%. Hal ini menunjukan bahwa penduduk usia 16-18 tahun belum semuanya bisa
mengakses pendidikan menengah.
Kini
anak-anak di Indonesia wajib mendapatkan bangku pendidikan selama 12 tahun,
mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Namun, tidak
sedikit anak Indonesia putus sekolah akibat asik bekerja dan meraih
penghasilannya sendiri. Banyak faktor yang menyebabkan anak putus
sekolah terutama karena faktor ekonomi.
Selain faktor ekonomi, anak
putus sekolah juga karena tidak adanya semangat dari anak tersebut, pengaruh
pergaulan atau lingkungan dia yang tidak memadai dan kurikulum yang berat, di
mana untuk menguasai materi-materi tersebut membutuhkan bimbingan yang memadai
dari orang dewasa. Kondisi ini tentu tidak semua anak-anak
yang memiliki orangtua yang tahu bagaimana cara mendampingi anak (karena dulu
mereka juga tidak sekolah).
Pendekatan di sekolah formal bersifat klasik seperti satu guru mengajar sekitar 40 siswa. Kondisi itu juga menjadikan anak-anak ini tidak mendapatkan kesempatan untuk mengerti apa yang mereka pelajari. Akibat dari kesempatan belajar di sekolah yang tidak memadai akhirnya menyebabkan nilai-nilai anak menjadi jelek. Mereka sering dimarahi atau dicap bodoh, dan mereka semakin tidak suka dengan belajar di sekolah. Kondisi ini seringkali membuat banyak anak 'terlempar' dari sistem pendidikan formal
Para
guru di level SD, SMP, SMA yang menjadi sasaran Wajib Belajar itu beranggapan
bahwa kata WAJIB itu asal muasalnya memang ditujukan oleh si murid. Maka karena
wajib, si murid harus sekolah, kalo tidak sekolah berarti melanggar kewajiban.
Harga tawar sekolah yang lebih tinggi. Akhirnya karena merasa DIWAJIBKAN, ortu
biayakan buat nyari sekolah untuk anaknya. Si guru dan kepala sekolah paham
peluang. Maka tak heran ada beberapa guru atau kepala sekolah, tiap tahun
ajaran baru, mobil atau motornya ganti yang baru.
Program
wajib belajar 12 tahun dinilai belum berjalan secara maksimal. Karena selain
masih banyak yang belum bisa menikmati pendidikan SMA atau SMK, fasilitas yang
diberikan pun cenderung kurang mendukung.
Implementasi Wajib Belajar 12 Tahun
dinilai penting untuk memberikan layanan pendidikan bagi para lulusan SMP/MTs
sesuai dengan kebutuhan individual setiap penduduk Indonesia. Program ini
bertujuan utama untuk: pertama, memperluas pemerataan pendidikan dan mewujudkan
keadilan sosial di bidang pendidikan sesuai dengan sila ke-5.
Kedua, mengurangi kesenjangan pencapaian pendidikan tingkat menengah antar
kelompok masyarakat berstatus ekonomi berbeda. Ketiga, meningkatkan kualitas
dan daya saing bangsa melalui pengembangan pengetahuan, keahlian, serta
keterampilan bagi penduduk usia muda. Dan keempat, mempersiapkan anak-anak
didik dengan landasan keilmuan yang lebih baik untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi.
Selain itu, Wajib Belajar 12 Tahun juga bernilai strategis, terutama untuk menciptakan lapisan kritikal massa suatu kelompok masyarakat berpendidikan menengah ke atas, sebagai basis sosial untuk membangun masyarakat demokratis, toleran, dan inklusif, dan berguna untuk mempersiapkan penduduk usia produktif memasuki masa transisi antara meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi atau langsung masuk ke pasar kerja.